HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Kamis, 2024/05/31 11:24 WIB
Mobil Pacar Nyenggol Hingga Nabrak Saat Masuk Gang Rumah Ayu Ting Ting
-
Kamis, 2024/05/31 12:58 WIB
Angel Karamoy Pamer Foto Sebelum dan Sesudah Oplas Hidung
-
Kamis, 2024/05/31 15:53 WIB
Happy Asmara Tak Peduli Masa Lalu Gilga Sahid Dikuliti Netizen
-
Kamis, 2024/05/31 16:07 WIB
Rendy Kjaernett Tobat, Kini Kuliah Jurusan Teologi Berharap Jadi Pendeta
-
Kamis, 2024/05/31 14:47 WIB
Minta Bantuan ke Raffi Ahmad, 8 Potret Irwan Chandra usai Bangkrut & Ditinggal Istri
-
Kamis, 2024/05/31 11:30 WIB
Prank Lamaran Direspons Positif, Bastian Steel Mau Nikahi Sitha Marino
|
Thread Tools |
13th December 2020, 00:02 |
#5611
|
Mania Member
|
BETHARIA SONATHA PASRAH
SETELAH lagu cengengnya, Hati Yang Luka ciptaan Obbie Messakh dicekal TVRI sekitar lima tahun sebelumnya (1988), 1993 Betharia Sonatha kembali kena "musibah", yaitu lagu daerah yang dia nyanyikan, berjudul Si Buyuang Kinilagadang, juga dicekal TVRI. Lalu, apa komentar Betha? "Saya pasrah aja, kalau itu kebijaksanaan TVRI, ya mau apalagi? Saya cuma artis yang tentu tidak punya hak apa-apa untuk protes," katanya ketika ditanya tanggapannya soal pencekalan lagunya ini.
Betha memang tidak mau berkomentar panjang soal penekanan lagu ini, meski dia sendiri mengaku agak terpukul. Sebab, hal ini merupakan "musibah" keduanya, setelah lagunya Hati Yang Luka oleh Menteri Penerangan (Harmoko) dilarang ditayangkan di TVRI karena cengeng dan dapat meruntuhkan moral pemirsa. Pihak Musica Studio's sendiri sebagai produser ternyata hanya diam. Ketika dimintai tanggapannya soal pencekalan ini, Dewi yang membidangi media cetak di perusahaan rekaman tersebut mengatakan, "Bagi Musica, 'no problem'. Meski demikian, dia menolak mengomentari apakah perusahaannya ini rugi atau tidak dengan pencekalan lagu ini." Sementara itu, pihak TVRI seperti yang diberitakan akhir-akhir itu, menganggap lagu tersebut tidak laik tayang karena sedikit menyerempet etika yang bisa membuat pihak tertentu merasa tersinggung. Betharia Sonatha saat itu memang sibuk merilis album barunya yang lain. Bahkan hari-harinya saat itu, dia habiskan di studio musik untuk merekam suaranya. Dok. Jawa Pos, 5 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:03 |
#5612
|
Mania Member
|
ARTIS BARU, PENGALAMAN BARU DI MUSIK KITA (TVRI PROGRAMA 1)
PAKET Musik Kita yang digarap dengan konsep semi-video klip, sedikit membingungkan artis pendatang baru (ketika itu). Tetapi bagi artis-artis lama (kala itu), itu hal yang biasa. Julietta Kullit dan Juliet Jennifer, dua penyanyi pendatang baru (waktu itu) orbitan JK Record sempat mengalami kekakuan ketika syuting. Juliet, misalnya, "Saya bingung. Kok saya nggak boleh bergerak-gerak? Khan kaku jadinya."
Iwan Rachmawan, pengarah acaranya hanya tersenyum. Lantas dijelaskan bahwa Juliet (waktu itu) akan diambil 'close up' (seukuran kepala sampai bahu) untuk keperluan 'insert' (sisipan gambar). Karena itu, Juliet tidak dibolehkan bergerak bebas, agar wajahnya tidak 'out frame' (keluar bidang gambar kamera). Juliet baru mengerti. Dan ketika di-'take' ulang, tubuhnya tetap tegak. Tetapi, ekspresinya tampak hidup dengan gerakan mata dan bibirnya. "Lagunya memang sudah saya jiwai," kata Juliet di sela-sela 'break' syuting, menjelaskan lagu Saatnya Aku Bicara (ciptaan/tata musik Pance F Pondaag) yang dinyanyikannya. Jullieta beda lagi pengalamannya. Penyanyi yang baru meluncurkan album perdananya ini (waktu itu), Biar Cinta Bicara (ciptaan Budhi Bidhun/Sam Bobo/Judhi Kristiantho; penata musik Budhi Bidhun), tidak merasa canggung dengan kamera. Karena ia memang sudah beberapa kali main dalam film layar lebar (di antaranya Babad Tanah Leluhur). Namun, Jullieta sempat kehilangan konsentrasi juga. Pasalnya, untuk rekaman satu lagu saja, gambarnya harus diambil 10-15 'angle' dengan berbagai ukuran gambar kamera. Sistem syuting 'cut to cut', sama seperti syuting sinetron atau film, sudah dimengerti oleh Jullieta. Hanya saja, karena syuting dilakukan berjam-jam, konsentrasinya sempat buyar juga. "Kalau syuting film khan paling satu dialog diambil gambar yang berbeda 3 sampai 4 kali. Ini sampai belasan kali. Wah, sempat suntuk juga sih," kata Jullieta. "Untung, akhirnya pengarah acaranya bilang saya sudah bagus." Lepas dari itu, baik Juliet maupun Jullieta merasa senang dan menganggapnya sebagai pengalaman baru. Dan mereka mengatakan, untuk selanjutnya mungkin (waktu itu) tidak akan canggung lagi dengan sistem syuting seperti itu. Kecuali Nindy Ellesse yang selalu tampak tidak sabar untuk di-'shoot', para artis lain berhasil direkam gambarnya dengan lancar. "Satu hari, paling dua artis yang kami syut," kata Iwan. "Biar mereka nggak menunggu terlalu lama, jadwalnya pun sudah kami bagi." Syuting dimulai sore hari sampai malam (selesai). Artis yang dapat giliran (pertama) biasanya datang paling lambat dua jam sebelumnya. "Biar mereka dapat kesempatan menyiapkan kostum dan 'make up'-nya," kata Iwan. "Yang paling penting, biar mereka ada kesempatan untuk konsentrasi ketika direkam." Menyinggung para artis yang (waktu itu) akan tampil dalam acara Musik Kita TVRI, ditayangkan 5 Mei 1993 malam, Iwan mengatakan tidak ada perubahan. Semuanya berjalan seperti yang sudah direncanakan. Daftar penyanyi/lagu di Musik Kita 5 Mei 1993: Broery Pesolima - Tak Selamanya Diam Itu Emas (Cipt: Don Kinol) Nindy Ellesse - Gelora Cinta (Cipt: Yosep Amin) Nia Daniaty - Perkawinan Bukan Sandiwara (Cipt: John Dayat) Endang S Taurina - Untuk Kita Renungkan (Cipt: Ebiet G Ade) Anggun C Sasmi - Kembalilah Kasih (Cipt: Thomas/Rustam) Power Metal - Bidadari (Cipt: Raymond/Muggi) Bill & Brod - Jangan Bilang Siapa-Siapa (Cipt: Arie Wibowo) Fariz RM - Persimpangan (Cipt: Fariz RM) Yana Yulio - Satu Keinginan (Cipt: Dorie Kalmas) Andy Liany - Sanggupkah (Cipt: Pay/Ganes/Thomas/Andy Liany) dan Prilly Priscilla - Ada Cinta di Hatiku (Cipt: Richard Kyoto) Dok. Jawa Pos, 5 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:03 |
#5613
|
Mania Member
|
KRONIK - IKLAN KB: "YA YA YA" DILANJUTKAN
IKLAN KB: "Ya, ya, ya" yang (waktu itu) telah habis masa tayangnya, (ketika itu) akan dilanjutkan. Menurut wakil kepala BKKBN, Peter P Sambung, iklan tersebut dinilai sangat komunikatif dalam menyampaikan pesan-pesan Keluarga Berencana (KB).
"Iklan tersebut tidak muncul lagi karena masa tayangnya sudah habis," katanya ketika ditanya lenyapnya iklan tersebut dari layar kaca (RCTI, SCTV, TPI) belakangan itu. Dia menolak dugaan iklan itu dipaksa turun karena alasan kalimatnya kurang sopan dan konotatif. Kalangan DPR beberapa waktu sebelumnya menilai iklan KB "Ya, ya, ya" kurang etis dan dianggap akan memberi pengaruh buruk pada anak-anak. Mereka mengusulkan iklan itu diganti. "Justru, munculnya usul seperti itu menunjukkan iklan tersebut efektif dalam menyampaikan pesan, hanya penayangannya saja yang kurang pas. Tapi itu juga tidak bisa disalahkan. Karena yang dikontrak memang meminta menyiarkan pada masa 'prime time' televisi, yakni sekitar waktu penayangan Dunia Dalam Berita," katanya. Dok. Jawa Pos, 5 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:04 |
#5614
|
Mania Member
|
APRESIASI FILM PERLU DIAJARKAN DI SEKOLAH
APRESIASI film perlu diajarkan di sekolah. Hal itu seiring dengan pesatnya perkembangan industri perfilman. "Agar para pelajar dapat mengantisipasi dan terhindar dari dampak negatif tayangan TV dan bioskop," kata ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), DR. Salim Said. Kritisi film Garin Nugroho, kepada Antara, 4 Mei 1993 bahkan mempertegas, apresiasi film hendaknya masuk dalam pelajaran estra kurikuler sekolah dasar dan intrakurikuler SMTP dan SMTA.
Memang Garin, di negara maju seperti AS, bahkan juga di Filipina, anak-anak sejak dalam pendidikan dasar telah diajari apresiasi film. Karena film merupakan media komunikasi yang paling pesat perkembangannya. "Kalau di sekolah-sekolah sekarang (1993) ada pelajaran prakarya dan menulis puisi, mengapa tidak ada pelajaran membuat skenario atau ulasan film yang ditonton bersama?", tanya staf pengajar di jurusan Sinematografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu (waktu itu). Bila apresiasi itu diajarkan sejak dini, kata Garin, anak-anak tersebut kelak bisa memahami film tidak sekadar sebagai media hiburan, tetapi juga pendidikan. "Mereka juga akan memahami tingkat kesulitan sebuah film. Apa gagasan yang dikandung sebuah film, serta apakah film tersebut memanipulasi mereka atau tidak. Mereka akan bisa menyaring mana film kacangan dan murahan, mana film yang bagus dan artistik," katanya. Sependapat dengan Garin, Salim Said juga menganggap bahwa apresiasi film di sekolah-sekolah (waktu itu) belum lengkap dan komprehensif. Tetapi, diakui kemungkinan adanya sekolah ayng telah melakukan terobosan dengan mengajarkan soal itu. Doktor ilmu politik lulusan Ohio State University AS yang lebih senang berkecimpung di bidang kesenian, khususnya dunia film itu, melihat bahwa pengajaran kesenian di sekolah saat itu hanya seputar pelajaran seni suara, lukis, tari, dan kerajinan tangan saja. "Apresiasi dan kritik film tidak diajarkan di sekolah, padahal film merupakan media komunikasi yang paling pesat perkembangannya," tegasnya. Industri film, menurut Salim, telah berkembang menjadi industri yang mendunia dan menghasilkan uang sebanyak yang dihasilkan industri pesawat terbang, misalnya. "Tapi, sekolah-sekolah menutup mata terhadap kenyataan ini," kata Salim yang juga mengingatkan bahwa industri perfilman membawa budaya baru (waktu itu), yakni kebudayaan massa yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Meningkat Kedua pengamat perfilman itu berpendapat, perlunya apresiasi film diajarkan di sekolah-sekolah juga didasarkan pada kenyataan bahwa aktivitas anak didik dan pelajar menonton acara televisi dan pergi ke bioskop (waktu itu) cenderung meningkat. Apalagi saat itu udara Indonesia dipenuhi siaran televisi swasta (RCTI, SCTV, TPI, dan ANTV) di samping TVRI sendiri. Itu belum termasuk bioskop dan sinepleks yang tumbuh menjamur hampir di semua pusat perbelanjaan atau kegiatan umum lainnya. Hasil sigi Kantor Statistik DKI Jakarta pada Maret 1992 memperlihatkan bahwa mayoritas penduduk ibukota yang berusia di atas 10 tahun (waktu itu) setiap hari memiliki aktivitas menonton acara televisi, entah itu TVRI, RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), atau TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Dari sekitar 8 juta penduduk ibukota, 89% menyatakan setiap hari menonton acara televisi dan 36% menonton film melalui video atau pergi ke bioskop. Acara televisi yang dipilih sebagian besar jenis hiburan (60%), warta berita (19%), mimbar agama (5%), dan ilmu pengetahuan (3%). Sedangkan jenis film yang digemari ialah jenis drama, roman, dan detektif. Bertahap Baik Salim Said maupun Garin Nugroho berpendapat bahwa pengajaran apresiasi film dilakukan bertahap mulai sekolah di kota besar tempat media audiovisual mengalami perkembangan yang pesat. Sedangkan pelajaran kesenian di daerah-daerah, menurut Salim Said, boleh berorientasi pada muatan lokal, karena setiap daerah memiliki kepekaan budaya yang spesifik dan unik. Materi yang perlu diajarkan dalam apresiasi film itu hendaknya menyangkut sejarah film dan televisi, pengenalan hasil-hasil karya seniman film, dan mengenal secara dini proses penciptaannya. Tentang tenaga pengajarnya, sutradara terbaik FFI 1991 itu menguuslkan dua cara yang harus ditempuh. Pertama, guru-guru kesenian yang telah ada diberi penataran atau pengajaran khusus mengenai apresiasi audiovisual. Kedua, mengajak langsung praktisi dan insan film tersebut menjadi instruktur atau pengajar. Dok. Jawa Pos, 5 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:08 |
#5615
|
Mania Member
|
PERINGATAN IKLAN OBAT TERLALU CEPAT
PENAYANGAN iklan obat di televisi swasta (RCTI, SCTV, dan TPI) tentang peringatan agar konsumen mengikuti aturan pakai, dinilai terlalu cepat. Bahkan hal itu perlu diperpanjang durasinya, demi keselamatan masyarakat. "Penayangan yang terlau singkat itu tidak memberikan kesan apa-apa bagi pemirsa, dibaca pun susah, bagaimana masyarakat akan mengikuti imbauan tersebut," kata guru besar FKUI, Prof. DR. H. Sarjono Urip Santoso di Jakarta, Selasa (4/5/93).
Sejak hebohnya maslaah "iklan obat yang ini menyesatkan" Menteri Kesehatan Adhyatma beberapa bulan sebelumnya, mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan semua iklan obat di televisi swasta mencantumkan tanda peringatan. Peringatan itu berbunyi "Ikuti aturan pakai, hubungi dokter bila tetap tidak sembuh." Menurut Sarjono, peringatan pada iklan obat itu untuk mendidik masyarakat menggunakan obat sesuai dengan aturan pakai. Karena itu, bila penayangannya terlalu singkat dan nyaris tidak bisa dibaca seperti yang sudah berlangsung selama itu, maka maksud baik itu tidak sampai kepada masyarakat dan mereka tetap menjadi korban iklan yang menyesatkan, katanya. 'Self-medication' Menurut kepala Departemen Farmakologi FKUI itu, iklan obat sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat Indonesia yang cenderung dan terbiasa menjadi "dokter" untuk dirinya sendiri atau 'self-medication'. "Orang Indonesia sering menerka penyakit yang sedang diderita. Kemudian menentukan dan membeli obat yang diperkirakan sesuai. Di sinilah iklan obat sangat berpengaruh," katanya. Terhadap penggunaan obat itu pun, kata Sarjono, orang awam melakukan diagnosis sendiri. "Misalnya bila kepala sakit, maka diputuskan untuk menelan dua atau tiga butir obat sakit kepala tertentu sesuai dengan iklan yang paling menarik perhatiannya," kata Sarjono. Padahal, katanya pemakaian obat secara tidak tepat dapat menimbulkan berbagai pengaruh terhadap tubuh, seperti pendarahan, peningkatan tekanan darah, atau efektivitas obat akan berkurang. Pada dasarnya, obat-obat yang bisa dijual bebas itu dapat dimanfaatkan dan tidak berbahaya karena telah dibuat sesuai prosedur pembuatan obat yang baik (CPOB). Tetapi lanjutnya, akibat pendistribusian dan perlakuan yang tidak benar, sesuatu obat bisa menjadi racun bagi tubuh. Belum lama (waktu itu) ini, ketua I Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia, Anthony Sunaryo, MBA mengatakan kepada pers bahwa belum semua toko obat, bahkan apotek memenuhi standar penyimpanan obat yang benar. Kalau pernyataan itu benar, menurut Sarjono, konsumen obatlah yang dirugikan. "Berbeda dengan barang komoditi lain. Konsumen obat adalah orang-orang yang sedang sakit. Kalau ada kesalahan pemakaian obat, risikonya adalah nyawa," tegas Sarjono. Sebagai contoh disebutkan, cara penyimpanan obat yang salah dan sangat berbahaya, itu biasa dilakukan oleh pedagang-pedagang dengan mencampurkannya di antara obat nyamuk, deterjen, atau mungkin juga dengan pembersih lantai. "Memang, obat-obatan biasanya dikemas dengan baik. Misalnya menggunakan aluminium foil. Tetapi, siapa yang menjamin bahwa kemasan tersebut benar-benar membuat obat tidak mengalami kontaminasi?", katanya. Kadaluwarsa Hal lain yang kurang diperhatikan masyarakat baik penjual maupun pembeli obat, menurut dokter yang mengaku menjadi "guru" di FKUI itu adalah masalah kadaluwarsa. "Memang banyak obat tidak berbahaya bila melewati batas waktu pemakaiannya, tetapi banyak juga yang berbahaya bila telah kadaluwarsa. Misalnya Tetrasiklin, bisa menyebabkan gagal ginjal," Sarjono mengingatkan. Dewasa itu, angka pertambahan penderita penyakit gagal ginjal di Indonesia cukup tinggi. Menurut Prof. RP Sidabutar, guru besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pertumbuhan penderita gagal ginjal di Indonesia mencapai 20 orang per satu juta penduduk, atau 3.800 penderita di seluruh Indonesia (waktu itu). Salah satu penyebab utama dari penyakit gagal ginjal adalah pemakaian obat yang tidak sesuai dengan anjuran dokter. Dok. Jawa Pos, 5 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:11 |
#5616
|
Mania Member
|
I DONT WANNA TALK ABOUT IT DI SCTV
LEWAT suaranya yang serak-serak basah dan gaya panggungnya yang khas, Rod Stewart hadir lewat SCTV (Surya Citra Televisi) dalam paekt Musik Spesial pukul 13.30 WIB nantinya. Rod menggebrak lewat tembang-tembang hitsnya, di antaranya I Don't Wanna Talk About It.
Meski lagu itu kondang pada tahun 80an, gaung dan gregetnya masih terasa hingga saat itu (1993). Lagu yang mengisahkan luka hati seorang kekasih yang ditinggal gadis tercintanya itu, berhasil menduduki tangga lagu-lagu dunia, di samping Sailing dan Do You Think I'm Too Sexy. Bahkan lagu I Don't Wanna Talk About It bertahan hingga berminggu-minggu di jajaran lagu-lagu terpopuler tahun itu. Rod yang dikenal sebagai penyanyi pop rock dari Inggris pernah menjadi pujaan gadis-gadis remaja (masa itu). Lagu-lagunya memang menghanyutkan. Tidak hanya itu, penampilan gayanya yang seksi itu selalu menarik perhatian para gadis (ketika itu). Beberapa 'show'-nya bahkan selalu dibanjiri gadis (kala itu) yang mengidolakannya sebagai superstar yang tak pernah mati pamor dan nama besarnya. Satu di antara 'show'-nya yang (waktu tiu) sukses itulah yang (ketika itu) akan dibawakan SCTV Jumat sore (7/5/93). 'Show' yang digelar dalam rangka memperkenalkan album terbarunya (waktu itu) Vagabond Heart ini, juga dimaksudkan untuk menghimpun dana kemanusiaan. Dalam video klip yang disajikan nantinya, Rod juga didukung penyanyi latar hingga membuat pergelaran itu hidup dan menambah sentuhan lain daripada pergelaran superstar dunia. Lewat konser inilah, Rod yang biasanya dipengaruhi warna blues, dinobatkan sebagai musisi pop rock dunia. Vagabond Heart berhasil menembus album Billboard 200 dan bertahan duduk hingga minggu ke-3 April tahun 1993 ini. Secara menyeluruh, album Billboard 200 berada di tangga album selama 69 minggu. Paket berdurasi 90 menit ini juga menyajikan cuplikan 'show'-nya serta perjalanan hidup Rod merambah musik internasional. Muncul juga tembang Down Town Girl yang waktu itu menduduki papan atas radio dan televisi di Amerika Serikat. Dok. Jawa Pos, 7 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:11 |
#5617
|
Mania Member
|
DIGARAP, SINETRON PANGLIMA SUDIRMAN, PENULIS NASKAH IMAM TANTOWI, SUTRADARA NURHADI I
SEBUAH sinetron besar bertemakan perjalanan hidup dan perjuangan Panglima Besar Sudirman (waktu itu) diharapkan hadir di tengah pemirsa televisi tahun 1993 ini. Sinetron yang (waktu itu) direncanakan berjumlah 26 episode ini, bisa jadi merupakan sebuah sinetron terbesar yang (kala itu) pernah ada. Ini bukan saja disebabkan penggarapannya yang konon direncanakan (waktu itu) akan menelan biaya sekitar milyaran rupiah, tapi berdasarkan "napak tilas" persiapan yang dilakukan 1993 ini.
Dan perlu dicatat pula bahwa duet dua nama besar yang tidak asing lagi, Imam Tantowi dan Nurhadi Irawan, seolah merupakan jaminan bahwa film ini merupakan proyek kolosal dalam sejarah sinetron Indonesia. Tentang persiapan sinetron ini, sutradara Nurhadi Irawan yang mengaku ditunjuk Imam Tantowi untuk menyutradarai film ini, kepada Jawa Pos mengatakan bahwa persiapan yang dilakukan sejak tiga bulan sebelumnya (Februari 1993) sampai saat itu (Mei 1993) masih diteruskan. Bahkan katanya, diperkirakan (kala itu) pihaknya masih memerlukan waktu beberapa bulan lagi. "Masalah persiapan ini memang sangat penting, karena apa yang akan kami kerjakan ini menyangkut sejarah perjuangan seorang figur yang tidak kecil. Untuk itu, kami berusaha melakukan observasi seakurat-akuratnya, dengan menghubungi langsung sumber-sumber yang berkaitan dengan perjuangan Panglima Besar Sudirman," kata Nurhadi. Persiapan yang sudah dilakukan sampai Mei 1993 ini, menurut dia, adalah pengumpulan data dari 17 buku tentang Sudirman, serta "napak tilas" ke sejumlah daerah yang pernah akrab dengan Sudirman. Misalnya, di Cilacap tempat panglima besar ini pernah menjadi guru. Di Cilacap ini, menurut Nurhadi, mereka berusaha mengorek banyak keterangan dari mantan muridnya. Selanjutnya di Yogya, para pencari data ini (waktu itu) akan mengunjungi bekas rumah Sudirman, sekaligus meminta berbagai masukan dari istrinya yang sampai saat itu masih hidup. Perjalanan juga diteruskan ke Magelang, kota tempat Sudirman meninggal. Yang paling berat adalah menyusun rute napak tilas jenderal pertama RI ini mulai Yogya, Wonosari, Kediri, Solo (Pacitan) yang merupakan pos terakhirnya dalam napak tilas. Data yang cukup banyak juga (waktu itu) akan dikumpulkan di Ambarawa, tempat pertempuran seru yang dikobarkan Sudirman. Seperti kata sejarah, di kota kecil inilah pasukan yang dikoordinasi Sudirman dengan berani melucuti senjata-senjata Jepang. Dari medan pertempuran, sinetron ini juga nantinya (waktu itu) akan mengetengahkan pertempuran yang dikenal dengan serangan umum bulan Maret. Peristiwa ini memang pernah dituangkan dalam film Janur Kuning. Namun, lewat sinetron ini nantinya, sisi esensial dari pejuang ini (waktu itu) akan lebih "dijelaskan" secara agak rinci. Keterangan dari sumber paling dekat juga dikorek dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Cokro Pranolo, yang pernah menjadi pengawal pribadi Sudirman. Secara umum, kata Nurhadi, sinetron ini merupakan sinetron yang cukup berat, khususnya karena mereka harus "menyalin" sebuah cerita sejarah yang merupakan kisah nyata. Mencari tokoh-tokoh yang (waktu itu) akan berperan dalam sinetron ini pun, kata dia, cukup sulit. Menurut Nurhadi, tokoh-tokoh penting dalam sinetron ini nantinya, selain Sudirman sendiri, juga tokoh TB Simatupang yang pernah menjadi tangan kanan Sudirman, Presiden Suharto ketika masih muda, Gatot Subroto, serta sejumlah tokoh lainnya. Target waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sinetron ini memang (waktu itu) belum jelas. Karena persiapan awal ternyata cukup panjang. "Tapi, mudah-mudahan sinetron ini bisa ditayangkan tahun ini (1993)," kata Nurhadi. Ketika ditanya produser yang membiayai proyek kolosal ini, Nurhadi tidak menyebutkan. Alasannya, mereka ingin agar persiapan benar-benar matang, baru kemudian "muncul". Meski demikian berbagai sumber menyebutkan, bahwa sinetron ini didanai PT Cipta Permai Film, milik Lucy Sukardi. Dok. Jawa Pos, 8 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:13 |
#5618
|
Mania Member
|
STAF SCTV STUDI BANDING KE AS
KETUA Teater Nol yang juga produser dan sutradara SCTV (Surya Citra Televisi), Drs. Tubagus Hidayatullah, 7 Mei 1993, berpamitan kepada anggota Teater Nol untuk bertolak ke Amerika, Minggu (9/5/93). Sekitar sebulan di Negeri Paman Sam itu, Tubagus (waktu itu) akan melakukan studi banding tentang produksi televisi di beberapa stasiun televisi di negeri itu.
Namun, kepergian Tubagus ini tampaknya tidak berkaitan dengan SCTV. Ketika dikonfirmasi tentang kepergian Tubagus ini, staf humas SCTV, Dini S Rachim mengaku tidak tahu. "Saya memang mendengar ia mau ke Amerika. Namun kami tidak tahu lebih banyak. Sebab, itu bukan program SCTV," ujarnya. Tubagus sendiri ketika ditanya membenarkan kepergiannya ke Amerika itu bukan tugas dari SCTV atau Teater Nol. Kepergian itu kata dia, dalam rangka program 'international visitor of United States government' USIS, terutama mengenai produksi program televisi. "Namun SCTV telah merestui kepergian saya ini," katanya. Dengan demikian, memang tidak terlalu salah bila - ketika berpamitan kepada anggota Teater Nol - Tubagus menyatakan kepergiannya ini untuk melakukan studi banding tentang produksi program televisi. "Katakanlah, saya akan melihat bagaimana stasiun televisi di Amerika memproduksi film atau program-program mereka lainnya," kata ketua Teater Nol ini, kepada anggota teater yang dipimpinnya itu. Meskipun demikian, sebagai orang teater, Tubagus tentu (waktu itu) tidak akan melewatkan kesempatan itu untuk menambah wawasannya tentang teater. Paling tidak, kepada anggota Teater Nol itu, Tubagus mengaku tidak akan memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melihat dari dekat perteateran di sana. Sedikitnya, delapan kota (waktu itu) akan disinggahi Tubagus selama sebulan studi bandingnya ke Amerika itu, yakni San Fransisco, Washington, New York, Green Borough, Atlanta, Cincinnati, Chicago, dan Albucuecue di New Mexico. Selain itu, kata Tubagus, dalam rencana perjalanan (waktu itu) disebutkan pula bahwa ia (kala itu) akan mampir di Singapura dan Tokyo. Dok. Jawa Pos, 8 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:13 |
#5619
|
Mania Member
|
KIRUN FAVORIT DI TVRI
PAKET komedi tradisional ternyata sangat diminati dan dapat tempat tersendiri di hati penonton TVRI Stasiun Surabaya: Kembang Suruk dan Depot Jamu Kirun yang ditayangkan secara rutin dua minggu sekali secara bergantian, misalnya, mendapatkan tanggapan positif. Buktinya, surat mengenai acara itu yang masuk ke TVRI menumpuk.
"Semula paket ini merupakan uji coba untuk menggalakkan paket yang bersifat tradisional. Alhamdulillah, setelah kami tayangkan, paket ini dapat sambutan positif dari masyarakat," kata Drs. Djamiris Nyaman, kepala TVRI Stasiun Surabaya. Selain dua paket itu, Sam Pok Eng Toy, yang didukung oleh Marwoto cs juga punya gaung tersendiri. Meski acara ini sudah ditayangkan Lebaran 1993 lalu dalam Programa 2, setelah ditayang ulangkan dalam Programa 1, sambutan masyarakat tetap bagus, meski diputar dalam dua seri. Meski bukan barang baru (kala itu), penggemarnya bisa dipastikan karena penonton Programa 2 terbatas di kalangan perkotaan saja. Sedangkan ketika diputar dalam Programa 1, seluruh masyarakat Jatim dan sebagian Jateng bisa menikmatinya. Demikian juga dengan penonton yang sudah menyaksikan, kembali ingin melihat kekonyolan Yati Pesek dkk berpelesetan dalam lakon ketoprak komedi tersebut. Selain ketiga paket tersebut, TVRI Surabaya (saat itu) juga mempersiapkan acara semacam, seperti ludruk dan ketoprak yang rencananya (ketika itu) bakal disayembarakan. Tentunya, paket ini (ketika itu) bakal dibuat seiral dengan menjanjikan berbagai hadiah bagi pemirsa yang dapat menebak sayembara yang diajukan. TVRI Stasiun SUrabaya juga tetap memproduksi paket sinetron maupun musik. Bahkan saat itu, TVRI membuat tayangan musik dengan menghadirkan buaya festival, Harvey Malaiholo. Dok. Jawa Pos, 9 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
13th December 2020, 00:14 |
#5620
|
Mania Member
|
SCTV GARAP PAKET 700 TAHUN SURABAYA
SCTV (Surya Citra Televisi) kembali menggarap paket semidokumenter, yang kali ini untuk menyambut hari jadi Surabaya yang ke-700. Syuting studio paket bertitel Churabaya-Surabaya yang diproduseri Pranoto Harun ini, telah dimulai 8 Mei 1993 dan dijadwalkan selesai 16 Mei 1993 yang waktu itu akan datang.
Dikemas dalam bentuk 'variety show', paket yang digarap Hendra Budi Rachman, berdasarkan skenario Semar Suwito ini rencananya (waktu itu) ditayangkan bertepatan dengan 700 tahun Surabaya, 31 Mei 1993 yang waktu itu akan datang. Sebagaimana umumnya paket peringatan hari jadi, latar belakang sejarah memperoleh porsi penting dalam paket ini. Uniknya, Churabaya-Surabaya mencoba mengingatkan kembali perjalanan panjang sejarah kota Surabaya itu kepada penonton melalui gerak-gerak wayang gedog, jenis kesenian yang semakin sulit ditemukan. Didalangi Cak Sur dan kawan-kawan, visualisasi wayang gedog itu berusaha mengangkat sejarah monumental Surabaya dari saat pelantikan Kertanegara sebagai raja kelima Singosari yang kemudian bergelar Bethara Shiwa Budha. Lewat wayang gedognya itu pula, Cak Sur coba menggambarkan ulang kisah kemarahan penguasa terakhir Singosari itu atas kedatangan Meng Chi, utusan Mongol yang memintanya tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan. Kisah kemudian digulirkan dengan pembalasan Mongol yang terlambat, muslihat Raden Wijaya yang tengah menyusun kekuatan, lengkap dengan konflik-konflik yang menyertainya. Paket berdurasi 48 menit ini, dipermanis dengan kehadiran penyanyi serba bisa Mus Mulyadi yang (kala itu) akan membawakan nomor legendarisnya, Rek Ayo Rek. Titiek Hamzah tampil pula meramaikan paket Churabaya-Surabaya ini dengan nomor pop rock, Surabaya. Sedangkan Ludruk Cap Tugu Pahlawan ITS, dipercaya sebagai penarik benang merah yang (kala itu) akan merangkaikan berbagai penampilan yang terangkum dalam Churabaya-Surabaya. Menurut staf humas SCTV, Dini S Rachim, syuting kedua bintang tamu ini dilakukan 11 dan 12 Mei 1993 di Hotel Majapahit, Jembatan Merah, Viaduk Stasiun Gubeng, serta Kayoon. "Pengambilan gambar juga akan dilakukan di Trowulan (peninggalan Majapahit di Mojokerto, red)," tambahnya (waktu itu). Dok. Jawa Pos, 9 Mei 1993, dengan sedikit perubahan |
detikHot
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer