HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Minggu, 2024/06/03 16:25 WIB
Kaesang Pilih Jakarta Ketimbang Solo: Mungkin Duet Sama Pak Anies
-
Minggu, 2024/06/03 14:59 WIB
Hasto PDIP: Tapera Bentuk Penindasan Baru!
-
Minggu, 2024/06/03 11:27 WIB
Kepala dan Wakil Kepala Otorita Mundur, Basuki dan Raja Juli Jadi Plt
-
Minggu, 2024/06/03 12:38 WIB
Ahmad Dhani Sebut Fadli Zon Calon Menlu RI, Begini Kata Gerindra
-
Senin, 2024/05/17 14:09 WIB
Nabung Haji Berdua Istri tapi Ditinggal, Mbah Bardan: Semoga Bersatu di Surga
-
Rabu, 2024/05/30 12:40 WIB
Tawa Biduan Nayunda saat Ditanya Duit dari SYL Tak Mungkin Cuma-cuma
|
Thread Tools |
28th February 2008, 16:54 |
#1
|
Addict Member
|
Praktek Eko-Fasis di Jakarta
Praktek Eko-Fasis di Jakarta
Jum’at, 01 Februari 2008 Opini Koran TEMPO Firdaus Cahyadi Knowledge Sharing Officer for Sustainable Development, OneWorld-Indonesia Meskipun belum genap setahun memimpin Kota Jakarta, itu tak menghalangi Gubernur Fauzi Bowo untuk segera mengulangi kebiasaan para pendahulunya melalui serangkaian kebijakan penggusuran terhadap warga kelas bawah. Bedanya, sementara dulu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penggusuran atas nama pembangunan, kini Pemerintah DKI Jakarta melakukan hal serupa dengan mengatasnamakan perluasan ruang terbuka hijau (RTH). Penggusuran pedagang di Pasar Bunga Barito, pedagang kaki lima di Bungur dan Pasar Senen, Jakarta, dipastikan akan terus berlanjut sepanjang kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo. Betapa tidak, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2008 menyebutkan ada 16 lokasi permukiman padat penduduk di lima kota yang akan digusur. Menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, penggusuran itu dilakukan untuk mengembalikan fungsi lahan yang sebelumnya adalah kawasan RTH. Dengan penambahan luas RTH ini diharapkan bencana ekologi berupa banjir dan buruknya kualitas udara di Kota Jakarta dapat diredam. Lantas, jika tujuannya menambah luas RTH, mengapa hanya pedagang dari kelas bawah yang digusur? Sementara itu, para pemilik modal besar yang jelas-jelas mengalihfungsikan kawasan RTH secara masif menjadi kawasan komersial tidak “disentuh” oleh program perluasan RTH di Jakarta? Data yang pernah dirilis oleh majalah Tempo menunjukkan kepada kita semua bahwa kawasan RTH di Jakarta sebenarnya justru banyak dialihfungsikan menjadi kawasan komersial oleh para pemilik modal besar, bukan oleh para pedagang kecil dan penduduk miskin lainnya (majalah Tempo edisi 35/XXXVI/22 - 28 Oktober 2007). Hutan kota di kawasan Senayan, misalnya. Rencana Induk Jakarta 1965-1985 memperuntukkan kawasan seluas 279 hektare ini sebagai ruang terbuka hijau. Di atasnya hanya boleh berdiri bangunan publik dengan luas maksimal sekitar 16 persen dari luas total. Namun, di kawasan itu kini telah muncul Senayan City (pusat belanja yang dibuka pada 23 Juni 2006), Plaza Senayan (pusat belanja dan perkantoran, dibuka 1996), Senayan Trade Center, Ratu Plaza (apartemen 54 unit dan pusat belanja, dibangun pada 1974), dan bangunan megah lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada hutan kota Tomang. Rencana Induk 1965 dan 1985 memperuntukkan lahan di Simpang Tomang ini sebagai sabuk hijau Jakarta. Kini, hutan itu berubah menjadi Mediterranean Garden Residence I (apartemen, dibangun pada 2002, selesai 2004), Mediterranean Garden Residence II (apartemen, dijual pada 2005), dan Mal Taman Anggrek (apartemen dan pusat belanja, dibuka pada 2006). Pengalihfungsian RTH secara besar-besaran menjadi kawasan komersial oleh para pemilik modal besar juga terjadi di kawasan Pantai Kapuk, Kelapa Gading, dan Sunter. Tapi sejauh ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mengambil tindakan terhadap para pemilik modal besar tersebut. Sementara ketika sejumput RTH itu “dipakai” oleh para pedagang kecil, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan tegas menggusurnya. Penggusuran pedagang kecil dengan mengatasnamakan perluasan RTH ini sejatinya adalah perwujudan nyata dari praktek ideologi eko-fasis, yaitu sebuah ideologi yang membenarkan adanya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan dengan dalih pelestarian lingkungan. Dalam prakteknya, ideologi ini sering kali hanya ditujukan kepada komunitas yang tidak mempunyai akses terhadap modal dan kekuasaan. Sementara itu, orang-orang kaya yang memiliki akses terhadap modal dan kekuasaan, meskipun merusak lingkungan, tidak akan tersentuh olehnya. Hal itu kini sedang terjadi di Jakarta. Pertanyaan berikutnya, mengapa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih memilih mempraktekkan ideologi eko-fasis ini dalam memenuhi desakan publik untuk memperluas kawasan RTH? Jalan pintas untuk menerapkan eko-fasisme dalam memperluas kawasan RTH ini dilakukan lebih karena tidak ada kemauan politik dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengaitkan target perluasan RTH dengan tata ruang Kota Jakarta secara keseluruhan. Program perluasan RTH tidak menjadi arus utama dalam perencanaan tata ruang Kota Jakarta. Hal itu terlihat dengan masih bercokolnya keinginan untuk menempatkan Kota Jakarta sebagai kota jasa dalam tata ruang kota, selain sebagai pusat pemerintahan. Banyaknya fungsi kota yang harus diemban oleh Jakarta menjadikan kota ini diserbu banyak pihak untuk mencari penghidupan yang layak. Akibatnya, kawasan RTH diubah oleh orang-orang kaya di kota ini menjadi kawasan komersial. Dialihfungsikannya RTH oleh masyarakat kelas bawah menjadi tempat berdagang dan permukiman pun disebabkan oleh meningkatnya laju urbanisasi sebagai dampak dari perencanaan kota yang menjadikan Jakarta sebagai pusat jasa, perdagangan, dan pendidikan di luar fungsinya sebagai pusat pemerintahan. Jika program perluasan RTH benar-benar hendak dijalankan, Pemda DKI Jakarta harus berani memasukkan kebijakan tentang moratorium (jeda) pembangunan kawasan-kawasan komersial baru dalam tata ruang Kota Jakarta selama periode tertentu. Dengan menghentikan pembangunan kawasan komersial baru di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan lebih mudah menata ulang Kota Jakarta secara lebih proporsional antara kepentingan bisnis dan pelestarian lingkungan. Kebijakan moratorium itu juga dapat digunakan untuk mengurangi laju urbanisasi orang-orang daerah ke Jakarta, sehingga tekanan terhadap daya dukung ekologi dapat ditekan seminimal mungkin tanpa menggunakan pendekatan kekerasan. Namun, akhirnya semua berpulang pada Gubernur Fauzi Bowo, apakah sang gubernur akan memilih kebijakan yang ramah sosial dalam memperluas kawasan RTH atau justru bertahan pada kebijakan eko-fasis yang jelas-jelas menindas tersebut? * |
3rd March 2008, 18:33 |
#2
|
Addict Member
|
Money is the King
Pembangunan butuh dana dan dana dapat diperoleh dengan mengembangkan kawasan yang diminati pemodal. Jadi Fauzi Bowo tidak dapat disalahkan. Seharusnya Jakarta memikirkan untuk membangun tanggul sungai yang lebih tinggi dan membuat penahan ombak di pantai yang lebih tinggi sehingga air hujan dapat dialirkan lebih cepat ke laut. Pengembang yang telah mengubah RTH diharuskan membangun tanggul, daerah resapan , dan lain-lain untuk mencegah banjir. Kalau yang digusur itu kan biasanya memang orang yang tidak punya sertifikat tanah. Mereka hanya menempati Tanah Negara atau menumpang di tanah milik pihak lain. Jadi langkah Fauzi Bowo menggusur mereka sebenarnya tidak salah. Hanya mungkin mereka perlu direlokasi ke Rusunami misalnya. |
14th March 2008, 03:10 |
#3
|
|
Groupie Member
|
Quote:
|
|
.: Berita Terbaru - ocimscripts.com :.
|
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer