HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Kamis, 2024/06/06 12:42 WIB
Hadiri Sidang Cerai Perdana, Anji dan Wina Kompak Hitam-hitam
-
Jumat, 2024/06/07 16:16 WIB
Selain Ayu Ting Ting, Artis Indonesia Ini Masuk 100 Wanita Tercantik Dunia 2024
-
Rabu, 2024/06/05 11:55 WIB
Tak Larang Leya Pacaran, Ferry Maryadi Beri Peringatan ke Rizwan Anak Sule
-
Kamis, 2024/06/06 19:16 WIB
Akhirnya Tengku Dewi Putri Gugat Cerai Andrew Andika
-
Selasa, 2024/06/04 11:43 WIB
Diduga Lakukan Penggelapan, Tiko Aryawardhana Suami BCL Dilaporkan Eks Istri
-
Rabu, 2024/06/05 11:20 WIB
Meggy Wulandari Nge-gas Disebut Dapat Aset Usai Bercerai dari Kiwil
|
Thread Tools |
31st October 2013, 12:48 |
#1
|
Banned
|
Menghirup Udara 2
Olivia mengatakan dengan penuh pujian untukku dan lelaki itu. Aku dan lelaki itu di anggap pemberani. Betapa banyak lelaki lemah kelaki-lakiannya tapi sok perkasa di depan kekasihnya. Setelah terjadi pernikahan, tentu terlihat kelemahannya. Wanita mana yang tak kuasa menahan sedih bila kenyataan suaminya lemah tak berdaya? Dan lelaki mana yang tidak malu bila tak mampu menafkahi istrinya? Tapi aku dan lelaki itu sangat terbuka tentang kelemahan dirinya sebelum terjadi keterbukaan yang sesungguhnya–setelah pernikahan.
...Walau aku sangat menerima hadir mantan pacarku. Apapun keadaannya. Tapi, ia menyerah sama keadaannya. Ia tak tega. Aku salut sama lelaki yang seperti itu.” “Keterbukaan?” “Ya. Seperti Mas. Dan aku sangat mencintai Mas. Aku tak mau Mas menyerah. Mas harus tetap berobat.” Aku tak tersinggung Olivia menyuruhku agar tetap berusaha menjadi lelaki perkasa. Memang seharusnya begitu: Olivia mendorongku untuk menjadi yang lebih baik. Bukan malah menjauhiku. Aku pun harus menerima suruhannya. Bukan karena ia tak mencintaiku apa adanya. Tapi karena ia cinta, maka ia berusaha agar aku menjadi yang lebih baik. Aku tatap langit biru. Langit sepertinya memberikan segudang ketenangan. Aku hirup udara saat daun-daun bambu menari-nari bersama irama khasnya. Aku pejamkan mata seakan di ruang hati ada secerah solusi. Aku buka mata kembali dan menatap paras putih berseri. Aku merasakan kecantikan hati Olivia lewat tatapan matanya yang melankolis. Dan Olivia tetap memandangku. “Bila kesembuhan tak kunjung datang sampai kita menikah, apakah aku hanya memberimu cinta? Sedangkan cinta tak cukup sebagai nafkah batin.” “Aku ingin hidup bersama Mas. Mas jangan bicara begitu. Mas pasti bisa!” Olivia menatap erat di hadapan mataku. Tak lama kemudian ia meneteskan air mata. Entah apa yang ia pikirkan sampai akhirnya kesedihan hadir di tengah pembahasan masalahku. Aku usap air matanya. Aku tak bicara apa-apa. Seolah-olah aku mengeti apa yang sedang ia pikirkan. Tapi aku memahami bagaimana batin Olivia yang telah mengadapi lelaki lemah sampai dua kali. Sudah semakin sore.” “Ia Mas.” “Aku janji Oliv. Akan terus mewujudkan cita-cita dari hubungan kita. Bertahun-tahun aku pesimis sampai akhirnya menemukan dirimu yang membuatku optimis,” aku menguatkan batin Olivia. Ia pun memelukku erat. Aku hidupkan kesadaranku kembali. Melihat taman Blodog yang asri ini. Aku baca kembali SMS dari Olivia. “Mas. Buruan datang. Aku ingin ada Mas di saat lelaki pilihan orang tua datang. Aku mau dipinang.” Aku sangat pesimis. Aku tak tahu, menemui Olivia adalah solusi terbaik atau tidak. Ada SMS ke dua dari Olivia. Aku baca SMS yang kedua walau aku cukup terpukul membaca SMS yang pertama. “Maafkan aku Mas, aku lupa cerita tentang kondisi Mas ke orang tua. Akhirnya ia dengan paksa memilih lelaki lain. Padahal Mas sedang berjuang dengan penyakit Mas.” “Ya Tuhan! Kau ceroboh!” Aku menghirup udara dalam-dalam. Aku ingin ada pencerahan ide walau sedikit untuk mendapatkan kembali Olivia. Hubungan jarak jauh membutku tak bisa berbuat apa-apa. Di tambah dengan cerita Olivia pada orang tuanya tentang kondisiku yang lemah. Aku SMS Olivia. “Olivia. Apakah kau bisa menolak pinangan itu?” Tak lama balasan SMS dari Olivia datang. “Mas, tunjukkan kejantananmu! Tolong, apapun keadaan Mas, sembuh atau belum sembuh, Mas harus datang! Biar Mas yang akan membelaku untuk menolak!” Aku membalasnya. “Baik!” Aku luruskan niat. Mendatangi Olivia demi cinta kita berdua. *** “Pemberitaan yang terlalu mendadak.” “Maafkan aku Mas. Aku lupa. Perjodohan ini pun aku baru tahu kemarin.” Kebiasaan. Kenapa Olivia mesti bicara tentang kondisiku ke orang tuanya? Kenapa pula ia lupa tentang hal yang penting ini? Pemandangan rumah Olivia sudah terlihat. Nampak sekali pohon kelapa yang berdiri tegak; tanaman-tanaman hias yang beraneka warna; kolam renang yang nampak biru; dan beberapa mobil yang mungkin keluarga dari lelaki yang bakal menjadi istrinya. Aku masih diam memandangi suasana luar rumah dan membayangi obrolan mereka yang tengah berlangsung. Aku terus mencari ide bagaimana aku bersikap di hadapan dua keluarga. Aku menghirup udara. Mengharapkan pencerahan datang di kepalaku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku SMS Olivia. “Aku sudah datang di depan rumahmu. Gimana aku bersikap?” “Baik. Aku keluar!” Tak lama Olivia pun keluar. “Mas! Kemari Mas!” Aku bergegas keluar. Aku ingin menjemput cintaku. Walau aku masih tak berdaya harus berbuat apa setelah ini, aku tak peduli. Sesampainya di depan pintu. Aku terkejut. Dua keluarga keluar, termasuk lelaki itu. “Nak Angga! Kenapa kau datang kemari?! Oh rupanya karena rencana kedatanganmu yang membuat Olivia belum menanggapi pinangan ini,” kata Ibu Meila–ibunya Olivia. “Maafkan aku Bu. Bukan aku yang berkeinginan. Tapi anak Ibu,” kataku sedikit takut. “Asal kau tahu. Aku tak setuju punya menantu sepertimu,” Lanjut Ibu Meila. “Aku mengerti apa yang ada dipikiran Ibu,” kataku. Mah, aku mohon, batalin perjodohan ini!” Olivia mengiba dengan posisi yang hampir bersujud. Lalu ia bangkitkan kembali tubuhnya. “Oh, rupanya Olivia masih punya pacar?” kata lelaki yang akan meminang Olivia. “Maafkan Bapak Nak Adit. Memang Olivia masih punya pacar. Nak Angga! Kau bikin malu keluarga kami! Aku mohon kau cepet pergi!” Pak Hendi–ayahnya Olivia mengusirku. “Aku mohon. Biarkan aku tetap bersama Mas Angga!” Olivia membelaku. “Oliv! Kau pun tahu, dia itu...” “Cukup! Ayah tak perlu mengatakan,” Olivia memotong pembicaraan Pak Hendi. “Ya sudah, Bu, kami pergi saja. Ayu Nak, kita pulang. Kita tak ada gunanya di sini!” Ibu Misya pun melangkahkan kaki bersama anaknya. Mereka berdua terlihat kecewa. “Bu! Jangan pergi Bu...” “Maaf Pak. Kami harus pergi! Kami tak mau menjadi penghancur!” Ibu Misya dan Adit telah sampai di samping mobil. Mereka masuk dan menjalankan mobilnya segera. “Ya ampuuuun, Oliv. Papa tak menyangka. Ternyata kau bukan anak penurut yang Papa kenal. Kau rela memutuskan pinangan ini hanya demi lelaki ini!” “Ayo Mas, masuk! Terserah kau Nak! Mama tak peduli lagi!” “Mas.” Olivia bangkit dari duduk bersimpuh. Ia mendekatiku. Memeluku erat. Seketika tangis Olivia meghiasi suasana menegangkan ini. Aku hanya berdiri kaku. Aku sulit berbicara. Aku mencoba menenangkan hatinya. “Sudah jangan menangis. Kenapa kau tak menerima pinangan itu? Menerima itu lebih baik. Aku belum ada perubahan.” “Nikahi aku Mas!” “Setengah tahun berobat belum ada apa-apanya dibandingkan kelemahanku selama bertahun-tahun. Aku belum mampu.” “Nikahi aku Mas! Aku tak peduli. Aku mencintaimu, Mas.” Kenapa acara pinangan ini terjadi di saat aku masih menjadi lelaki yang tak berdaya? Aku tak berdaya melihat kejadian ini. Aku pun tak berdaya antara pilihan memutuskan hubungan atau melanjutkan hubungan. Orang tua Olivia telah memberikan lampu merah karena masalah keadaan diriku. Di sisi lain, Olivia memberikan lampu hijau dan mengharapkan aku menikahinya. “Restu orang tua. Aku tak bisa berusaha untuk mendapatkan restu,” kataku pesimis. “Mas pernah mengajarkan bagaimana mendapat ide. Ide ibarat udara. Maka hirup saja udara terserah kita,” Olivia masih ingat perkataanku dulu. “Mari kita hirup udara bersama-sama. Semoga mendapat jalan keluar. Yang jelas, jalan keluar agar bisa menikahimu.” Kita bersamaan menghirup udara. Dengan penuh sugesti, aku berkeyakinan bahwa akan datang solusi untuk menyatukan cinta: cintaku dan cinta Olivia. Kita saling berucap komitmen. Olivia berkata padaku bahwa ia rela menikah dengan seorang lelaki yang lemah. Ia membuktikan bahwa cintanya begitu tulus; menerima apa adanya. Yang terpenting baginya adalah keterbukaan tentang diriku sebelum pernikahan; kecintaanku pada Olivia tetap terjaga dengan baik; dan aku tak menyerah untuk berusaha menjadi lelaki perkasa. Aku pun berkata pada Olivia bahwa yang terpenting kerelaan Olivia menjadi istriku; kesabaran menunggu kesembuhanku; dan tetap memberi semangat buatku. *** Cirebon, Desember 2010 |
Last edited by elbuyz; 31st October 2013 at 12:50.. |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer