View Single Post
Old 17th September 2009, 13:32
#9  
Atiratha
Registered Member
Atiratha is offline

Join Date: Sep 2009
Posts: 4
Atiratha is a new comer

Default Karna versi Vyasa asli

Salam kenal, untuk bahan perbandingan, berikut saya tuliskan tentang Karna versi asli Mahabharata karya Vyasa.


Karna adalah raja kerajaan Anga, salah satu kerajaan kecil wilayah bawahan Hastinapur. Ia memperoleh senjata panah thunderbolt dari Indra, dewa petir (dibaca tanpa a, Inder-->thunder) karena ketulusannya memberikan body armor Kavacha anugrah Surya ayahnya kepada Indra yang menyamar sebagai Brahmin. Meski keras dan tega terhadap lawan, Karna justru dermawan pada Brahmin, ia berjanji akan memberikan apa saja yang mereka minta. Malu karena menipunya melepaskan armor, Indra memberikannya panah halilintar. Khawatir akan nasib putranya Arjun(Pandava musuh bebuyutan Karan) di perang besar nanti, Indra membagi sebagian dirinya untuk lahir sebagai putra Bhima dan rakshasi Hidimbi, yaitu Ghatotkacha, yang direncanakan sebagai penangkal senjata hebat itu.

Karena keinginannya belajar olah senjata, Karna justru datang kepada Brahmin Parasurama, tokoh sakti berumur panjang yang merupakan inkarnasi Vishnu sebelum Rama dan Krishna. Sebelum Karna, sesepuh hastinapur Bhisma dan bahkan guru Drona sendiri merupakan murid Parasurama, yang konon hanya mau menerima murid dari kasta non kshatriya. Drona adalah Brahmin, Bhisma meskipun kshatriya tapi menjalankan hidup sebagai Brahmacarin, dan Karna, tidak tahu asal usulnya, mengira dirinya kasta Sudra. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa Bhisma, Drona, Karna, dan Arjun murid kesayangan Drona akan memiliki kemampuan panah diatas rata2 kshatriya lain pada masa itu, karena berasal dari 1 guru, Parasurama. Seperti pada Bhisma dan Drona, pada Karna pun Parasurama memberi wejangan memanggil senjata Brahmastra, panah pemusnah dari Hyang Brahma sendiri.

Suatu saat Parasurama tidur di pangkuan Karna, seekor kalajengking menyengat paha Karna. Kasihan kepada gurunya yang kelelahan, Karna tidak bergerak sedikitpun menahan rasa sakit. Parasurama justru terbangun karena terkena darah Karna. Parasurama berpendapat hanya kasta Kshatriya mampu menahan sakit demikian. Jadi Karna dianggapnya menipu dan dikutuknya bahwa pada saat kritisnya Karna tidak mampu mengingat cara memanggil senjata Brahmastra untuk merasuk ke panahnya. Demikian nasib Karna yang malang, saat memperbaiki roda kereta di pertempuran Kurukshetra nanti, Arjun dalam hasutan Krishna tega menembak Karna pada posisi tidak bertempur. Karna yang memiliki senjata Brahmastra harusnya mampu menangkal senjata Arjun, yaitu Pashupastra anugrah Tuhan Shivah. Tapi karena lupa mantranya seperti dinubuatkan Parasurama, kepala Karna putus terbabat panah bermata bulan sabit tersebut.

Sekali lagi di versi Jawa terdapat banyak perbedaan yang terlalu mendiskreditkan Kaurav, terutama Duryodhan. Waktu terjadi hampir tanding antara Karan vs Arjun di alun2 istana Hastinapur itu, Duryodhan justru sangat girang dan bangga melihat pemuda yang mampu mempraktikkan seluruh ketrampilan Arjun hingga menjangkau target2 yang paling sulit sekalipun. Dengan tulus ikhlas dipeluknya pemuda Karna, diangkatnya saudara, diberi kerajaan Anga, bahkan Duryodhan bilang Karna harusnya memerintah seluruh dunia. Karna dan Duryodhan seperti kakak adik tak terpisahkan. Mereka juga bersama2 Sakuni merencanakan segala plot untuk mengalahkan Pandava. Saat Karna gugur di Kurukshetra, Duryodhan menangis sejadi2nya, semangatnya luntur. Ia katakan Bhisma, Drona, bahkan adiknya Duhsasana gugur perasaannya tidak sehancur saat Karna gugur. Jadi Duryodhana versi asli lebih jujur dan tulus terhadap persahabatannya dengan Karna.

Karna mulai dikenal luas oleh kerajaan2 di tanah Hindustan setelah Campaign nya atas nama Raja Duryodhan menaklukkan seluruh kerajaan dari 4 penjuru angin di tanah Hindustan. Prestasi ini sungguh hebat mengingat Pandava melakukannya dengan membagi tugas, Arjun ke utara, Nakul ke timur, Sahadev ke selatan, dan Bhima ke barat sebelum Yudhisthir melakukan upacara Rajasuya.

Menurut Vyasa, Karna beberapa kali diberitahu tentang kelahirannya, selain Kunti, Krishna bahkan menjanjikan Karna, jika mau bergabung dengan Pandava, Draupadi istri 5 Pandava akanlah juga jadi istri Karna. Kunti sendiri yang telah meminta Karna pindah pun dapat hadiah dari Karna, yaitu tidak akan membunuh 4 Pandava lain kecuali Arjuna. Dengan mulia Karna melarang Kunti atau Krishna memberitahukan pada Pandava tentang dirinya yang merupakan kakak tertua Pandava, agar mereka tetap perang dengan sepenuh hati. Konon dikatakan setelah peristiwa itu, hati Karna yang penuh kebencian pada Pandava justru menyaingi Bhisma dalam kasih sayang kepada Pandava.

Karna yang mengetahui kebenaran akan menang mengatakan apapun hasil akhir Karna vs Arjun, putra Kunti akan tetap 5, dengan salah satu dari ia atau Arjun akan hidup. Hal ini dibuktikannya dengan hanya mempermalukan Pandava lain saat ia berhasil mengalahkan mereka di medan perang. Meskipun begitu kemenangannya atas Bhima diperoleh dengan perngorbanan nyawa banyak Kaurava yang dikirim Duryodhan untuk melindungi Karna dari amukan Bhima yang mengerikan. Bhima bahkan berhasil lompat ke kereta Karna dan dapat dibayangkan akibatnya bertempur jarak dekat dengan gajah Pandava tersebut. Bhima yang luka2 dikeroyok Kaurava akhirnya dikalahkan Karna dan ia menyentuhkan busurnya ke wajah Bhima tanpa membunuhnya.

Paham akan dahsyatnya panah halilintar Karna yg diperoleh dari raja para dewa, Krishna berkali-kali sebagai kusir Arjun melarikan keretanya menjauhi Karna. Krishna justru memerintahkan rakshasa Ghatotkacha menghadapi Karna dan Kaurava. Pada hari ke 14 setelah gugurnya Jayadhrata di luar jam perang biasanya (perang harusnya berakhir sebelum maghrib), perang justru berlanjut hingga malam hari. Pada kegelapan malam itu Karna harus menghadapi Ghatotkacha yang menyerang dari udara. Frustasi karena terus menerus dalam posisi defensif dan terpengaruh kepanikan Duryodhan akan porak porandanya pasukan mereka dibawah amukan Ghatotkacha, Karna pun terpaksa melepas senjata Dewa Inder pada putra Bhima tersebut. Seperti disambar petir, putra Bhima pun jatuh gugur kena panah Karna. Sesuai skenario Krishna, Karna kehilangan senjata andalannya sebelum melawan Arjun.

Meskipun pada pertemuan mereka sebelumnya, yaitu perang di negri Matsya, Arjun mempermalukan Karna dengan ledakan panah gas obat bius nya yg menumbangkan Karna dan seluruh Kshatriya besar Hastinapur lainnya, pada final battle melawan Arjun, Karna justru berkali-kali diatas angin. Hal ini memaksa Tuhan Krishna sendiri untuk mempengaruhi Arjun menembak di saat kereta Karna terperosok lumpur (konon cuaca hujan saat itu, dimana sinar matahari menembus awan mendung hanya untuk menyorot Karna, sebagai simbol pertempuran putra Surya vs putra Indr). Arjun yang berjiwa kshatriya besar tidak ingin melakukannya, tapi Krishna meracuni pikirannya dengan pembunuhan Abhimanyu dan penelanjangan Draupadi oleh Kaurava. Karna sebenarnya telah memanggil Arjuna kedalam dharma, untuk menghentikan pertempuran saat ia mengangkat roda kereta yang terperosok. Tapi pengaruh Krishna lebih kuat, hingga Pashupastra melesat menebas kepala Karna, membiarkan tubuhnya yang jangkung berdiri beberapa saat tanpa kepala.



Di akhir perang, Kunti menangisi jenazah Karna, menimbulkan pertanyaan pada Pandava sendiri. Kunti akhirnya mengakui status Karna pada putra2nya. Yudhisthir yang berhati bersih menangis tersedu2 dan mengutuk perempuan selamanya tidak lagi bisa simpan rahasia.

Demikian sedikit kisah tentang Karna, kshatriya matahari yang berperang dipihak wangsa rembulan Hastinapur.

Last edited by Atiratha; 18th September 2009 at 06:05..
Reply With Quote