View Single Post
Old 14th February 2008, 18:06
#36  
yoi_boy
Addict Member
yoi_boy is offline

Join Date: Dec 2007
Posts: 120
yoi_boy is a new comer

Default

Quote:
Originally Posted by ersam View Post
Kasian banget sih, pikirannya. Kalo DJP dibubarin, ya penerimaan negara jadi kacau donk, yg berlaku jadinya hukum rimba. Kayak nggak pernah sekolah saja. Masalah penyalahgunaan anggaran khan bukan urusan DJP, itu urusan seluruh departemen yg 'diindikasikan' KKN, dan itikad memperbaiki pun sudah mulai di Pusat bos. Tapi ternyata 'KKN' menurut LSM pun sekarang bergeser ke Daerah.
Rakyat yg mati-matian pun, juga dibatasi penghasilannya untuk dikenakan pajak. Yg. mati-matian itu adalah pengusaha bos, pengusaha sekarang jadi lebih realistis dimana privilege sudah tidak menjamin bakal lolos kalo tidak punya kapasitas, dan ini pun merupakan kepanjangan tangan dari 'KKN' di masa lalu.
Jadi harusnya kita semua yg tobat donk bos, bahwa hampir seluruh sendi masyarakat terlibat langsung atau pun tidak langsung dari 'KKN' di masa lalu.
So, kita harus kerja keras nih memberantas KKN.

LUNASI PAJAKNYA, AWASI PENGGUNAANNYA
Betul, saya setuju..DJP itu masih perlu..dan itu juga nggak bisa dibantah...negara ini membutuhkan pemasukannya juga dari pajak..
Tapi saya tidak setuju dengan kalimat anda:

Rakyat yg mati-matian pun, juga dibatasi penghasilannya untuk dikenakan pajak. Yg. mati-matian itu adalah pengusaha bos, pengusaha sekarang jadi lebih realistis dimana privilege sudah tidak menjamin bakal lolos kalo tidak punya kapasitas, dan ini pun merupakan kepanjangan tangan dari 'KKN' di masa lalu.

Kenapa penghasilan masyarakat harus 'dibatasi' ? Kenapa setiap pengusaha, keuntungannya juga harus dibatasi? Apa menurut anda, 'mengamankan' pemasukan negara, berarti 'membatasi penghasilan dan keuntungan' rakyat? Saya kok jadi merasa 'aneh' ya...seolah-olah rakyat itu jadi 'sapi perahan' sementara yang jadi 'tukang pungut' (sorry kalau kesannya kasar..tapi saya cuma melihat dari logika saya..) uang rakyat, kok merasa dirinya jadi pahlawan ..? Saya yang salah, atau memang dunia ini sudah terbalik? Justru bukannya sebaliknya?

Begini mas, kalau menurut saya, DJP tidak dibubarkan, tapi itu namanya diganti aja...jangan menggunakan kata 'Pajak'....kenapa? Karena pajak, konotasinya 'negatif' (seperti kata preman pasar: 'loe gua pajakin, karena jualan disini)...jika tujuannya supaya rakyat berpartisipasi pada pembangunan dan rakyat dengan 'sukarela' menyumbang untuk pembangunan, sebaiknya diganti dengan DJSP (DJ Sumbangan Pembangunan) atau apapun namanya, tapi hilangkan konotasi jelek tersebut...

Mungkin orang awam seperti saya bertanya...kenapa sih ada pembedaan besarnya pajak seseorang, sementara itu tidak ada kebijaksanaan untuk membedakan fasilitas terhadap orang yang membayar pajak besar dan kecil.. itu yang menyebabkan orang males berurusan dengan DJP, karena mereka merasa 'dihambat' dengan 'pajak' yang semakin besar, sementara fasilitas sama dengan orang2 yang membayar 'pajak' lebih kecil/tidak membayar pajak ...padahal, jika konsepnya dibuat seperti zakat (sorry, karena saya muslim), saya yakin justru rakyat akan dengan 'suka rela'..karena kewajiban berdasarkan keadilan itu ada dan insyaAllah barokah...

Soal KKN, betul WP itu memang ada yang 'nakal', tapi coba anda lihat kasus pengendara ditilang, dalam hal ini jika Polisinya 'bersih&tegas', masyarakat tidak akan 'berani' untuk 'menyogok' bukan? Masalahnya, orangnya sudah merasa 'berat' membayar, tapi bukannya tidak mau lho...sementara itu, aparatnya justru memanfaatkan situasi dimana rakyat merasa 'terpojok' dengan aturan2 yang dibuat tanpa melibatkan mereka, dengan menawarkan sesuatu yang akhirnya disebut sebagai kolusi tsb....jadi dalam hal ini, sebetulnya yang salah siapa ya..? Aparatnya atau rakyatnya? jadi menurut saya, berantas dulu mental KKN aparat pemerintahan, karena merekalah yang dijadikan contoh buat rakyat...

Satu lagi saya ingin sharing, dan saya tidak berusaha untuk men 'generalisir' permasalahan...Setiap saya ketemu kolega orang 'pajak', baik teman2 SMA, tetangga ataupun teman main, saya kok melihat mereka merasa menjadi 'Pahlawan' buat bangsa dan negara ini..(dan saya jadi menemukan bukti dari pernyataan keras seseorang dari DJP terhadap tulisan saya di threat sebelumnya) hanya karena mereka merasa 'telah menyelamatkan' uang negara dari pajak..

Padahal dari logika saya, orang pajak (sorry, sekali lagi ini tidak bermaksud men 'generalisir') itu seolah tukang pungut retribusi negara saja...dan uang itu juga uang rakyat, trus dimana letak kepahlawanannya? toh jika rakyat tidak memberikan uangnya, orang pajak juga tidak punya kontribusi..justru seharusnya rakyat yang sudah 'bersusah payah' buat pajak tersebut yang berhak merasa berjasa...(walaupun pada kenyataannya, saya yakin rakyat justru merasa berkorban daripada berjasa...). Apa benar asumsi saya tersebut? Jika benar, kenapa harus seperti itu? Bukankah seharusnya sebagai pegawai (negeri atau swasta) seharusnya bersikap 'profesional' saja, bahwa yang kita lakukan selama ini adalah bagian dari pekerjaan yang dibebankan kepada kita berdasarkan skill dan kemampuan kita? Jika sikap ini disadari dari awal, saya yakin 'perasaan berjasa' yang berlebihan akan hilang dengan sendirinya..

Segitu dulu, sorry kalau kepanjangan..dan sekali lagi, no offense please...ini demi kebaikan bersama....
Reply With Quote