DetikForum

DetikForum (http://forum.detik.com/index.php)
-   Tokoh (http://forum.detik.com/forumdisplay.php?f=137)
-   -   Taufik Kiemas, Sang Mr. President (http://forum.detik.com/showthread.php?t=10308)

seageath 26th December 2007 09:13

Taufik Kiemas, Sang Mr. President
 
Sekian lama membahas Mega, nama ini selalu muncul bahkan disetiap thread nama ini selalu nempel sama nama Megawati. Nempel karena dia adalah sang "Mr. President" dari 2002 - 2004 bagi sang istri Megawati Soekarnoputri, sebagai suami dari Presiden RI, namun selalu muncul pula jika dikaitkan dengan "dosa" Megawati semasa menjabat. TK malah keliatan lebih aktif dari sang istri sebagai President sendiri, bahkan terlihat mendominasi penampilan Megawati.

Mungkin sudah waktunya dibahas terpisah tokoh yang satu ini, maaf tokoh apa saya tidak bisa menilai saya serahkan ke forum. Yang jelas tokoh yang satu ini akan berperan sebagai apa dalam kapasitasnya sebagai suami sang calon presiden dari PDIP, faktor yang menguntungkan atau "kuda hitam" pengganjal langkah Mega.

Mari kita bahas lebih detail soal pengusaha yang katanya konglomerat dari Palembang ini.

Asia Times, Indonesia's First Man, http://www.atimes.com/atimes/Southea.../DH17Ae01.html
Time, 'I Have Become the Target', http://www.time.com/time/magazine/ar...300691,00.html

http://img.timeinc.net/time/asia/mag...ega_taufik.jpg
Unlikely Couple: President Megawati helps Taufik with his tie at last year's inauguration

[sea]

seageath 26th December 2007 10:24

Ditegur Karena Sering Bolos
 
Jakarta, BPost

Dewan Kehormatan DPR menegur 10 anggotanya karena bolos dalam tiga kali rapat dewan termasuk rapat paripurna ke-11 yang berlangsung Selasa (18/1).

Di antara mereka terdapat suami Megawati, Taufik Kiemas. Saat istrinya menjabat presiden, Taufik memang telah dikenal sering bolos.

Lengkapnya di http://www.indomedia.com/bpost/01200...an/utama11.htm

Kompak juga sama Santayana

Santayana Kiemas Dinilai Mangkir
http://www.korantempo.com/news/2002/...olitan/42.html

JAKARTA -- Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDI Perjuangan Santayana Kiemas mendapat teguran dari DPD PDI Perjuangan DKI. Ia dinilai sering mangkir dari tugasnya sebagai anggota Dewan. Teguran ini diberikan secara tertulis dan ditandatangani Ketua DPD PDIP DKI Tarmidi Suhardjo.

Sudah dua kali teguran dilayangkan ke adik suami Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufik Kiemas, itu. Menurut Tarmidi, sebagai anggota Santayana jarang terlihat dalam rapat-rapat Dewan. "Coba lihat di rapat paripurna, dia nggak datang," ucap Tarmidi kesal. Ia mengaku putus asa, karena berbagai teguran yang diberikan tidak ditanggapi. "Inilah susahnya kalau tidak ada lembaga recall," kata Tarmidi kemarin. juli hantoro

[sea]

seageath 26th December 2007 10:30

Bisnis Airlines Keluarga TK
 
http://www.gatra.com/images/gambar/45/57.jpg

Bisnis Penerbangan
Bisik-bisik Maskapai Bau Kencur

cover gatra 12 dalamJakarta, 3 Pebruari 2003 14:38
GEMA puji-pujian kepada Ilahi terus berkumandang dari jutaan muslim seluruh dunia yang tengah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Para tamu Allah itu menghabiskan waktunya hanya untuk mendekat kepada Sang Khalik, dengan tak henti-hentinya memanjatkan doa agar ibadahnya diterima. Sebagian besar jamaah haji itu pekan ini berkumpul di Mekkah. Mereka bersiap menyongsong puncak ibadah haji, yang insya Allah tiba Selasa pekan depan.

Di antara jutaan calon haji itu, sekitar 243.000 berasal dari Indonesia. Mereka, 220.000 orang adalah jamaah haji biasa, sisanya jamaah ONH plus. Sebagian besar jamaah haji itu bisa berangkat dengan mulus, sebagian lagi terpaksa sampai di Tanah Suci dengan proses berliku. Bahkan banyak yang sebal. Mereka adalah sekitar 2.000 jamaah haji ONH plus yang mestinya diangkut Indonesia Airlines. Mereka sempat ketar-ketir lantaran kesandung masalah.

Lebih lengkap di http://www.gatra.com/2003-02-03/artikel.php?id=24910

[sea]

seageath 26th December 2007 10:31

TK Sindir SBY (Lagi????)
 
Taufik Kiemas Sindir Lagi SBY Kekanak-kanakan, Karena Tak Berani Reshuffle Kabinet

Dikirim oleh Administrator
Sabtu, 17 Maret 2007

JAKARTA-Lintaskota.com- Taufik Kiemas kembali menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kekanak-kanakan. Istilah itu dipakai suami mantan Presiden Megawati Soekarnoputri tersebut menyindir SBY yang menurutnya tak berani bertindak tegas, termasuk tegas mereshuffle kabinet. "Dulu kan saya bilang dia itu kekanak-kanakan, sekarang yang terjadi ya seperti ini. Mestinya, setelah jadi Presiden dia berani bertindak. Saudara-saudara kan lihat sendiri," tegas politisi senior PDIP yang akrab disapa TK ini di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (16/3).

Sekadar mengingatkan, menjelang Pilpres 2004 TK pernah mengejek SBY --yang kala itu menjabat Menko Polkam-- kekanak-kanakan. Sebab, kala itu TK menganggap SBY tak terbuka tentang rencana pencalonannya sebagai presiden untuk bersaing dengan Megawati.

Lengkapnya di http://www.lintaskota.com/index.php?...sk=view&id=627

[sea]

seageath 26th December 2007 10:40

Sang Putra Mewarisi Bakat Bisnis Sang Ayah / Ibu
 
Bakat bisnis mengalir ke sang putra .....

+++++++++++++++++++++++++++++++++

Putra Megawati Tidak Hadiri Undangan Panja Kemayoran
17 Desember 2003

http://www.tempointeraktif.com/hg/na...217-45,id.html

TEMPO Interaktif, Jakarta: Putra Presiden Megawati, Rizki Pratama, sebagai Wakil Komisaris Utama di PT Theda Persada Nusantara batal menghadiri undangan Kelompok Kerja Kemayoran di ruang Komisi I, Rabu (17/12).

Menurut Presiden Komisaris PT Theda Persada Nusantara, Samingoen, Rizki yang biasa dipanggil Tatam, tidak menghadiri undangan Panja Kemayoran karena sudah mengundurkan diri sebagai Wakil Komisaris PT Theda Persada Nusantara.

“Tatam resmi telah mengundurkan diri sejak tanggal 10 November 2003 dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa,” kata Samingoen. Dia juga mengungkapkan bahwa Tatam sudah tidak memiliki saham lagi di PT Theda dan digantikan oleh Suwaluyo.

Meski demikian, kata Samingoen, proyek di Kemayoran tetap dilaksanakan. Menurutnya proyek ini akan dapat mempekerjakan tenaga kerja sebesar 25 ribu orang dan akan memberikan multiflier effect yang besar jika proyek tersebut terwujud serta akan membanggakan Indonesia di mata internasional. “Jika proyek ini jadi, maka akan mendatangkan devisa sebesar US$ 700 juta,” imbuhnya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PKB Effendy Choirie yang memimpin rapat mengatakan mundurnya Tatam merupakan bagian dari keinginannya agar tidak menjadi permasalahan politis dan mengganggu jalannya bisnis. “Namun kami Komisi I berharap ini bukan akal-akalan,” ujarnya.

Menurut Effendy, awal perkenalan Tatam berbisnis dengan Cina karena dia adalah cucu dari Presiden Soekarno. “Orang Cina kan sangat menghormati orang besar dan menaruh kepercayaan, maka dia dimanfaatkan atau bisa juga saling memanfaatkan untuk melakukan bisnis,” katanya. Mereka mau menanamkan modalnya ke Indonesia dengan syarat jaminan keamanan melalui Tatam.

Mengenai ketidakhadiran Tatam, Effendy mengatakan sebaiknya memang dia datang dan menjelaskan persoalan sesungguhnya. ”Namun karena dalam surat yang dipanggil Direksi PT Theda dan Tatam sudah mengundurkan diri ya sudah,” ujarnya menjawab pertanyaan wartawan mengenai ketidakhadiran putra Presiden Megawati ini.

Rizki dipanggil ke DPR oleh Panja Kemayoran berkaitan dengan proyek China Center di kawasan bekas Bandar Udara Kemayoran. Proyek ini disinyalir terdapat unsur KKN terkait penunjukan PT Theda Persada Nusantara yang dimiliki Tatam untuk hak guna tanah di wilayah Kemayoran.

Muhamad Fasabeni/Priandono Kusumo - Tempo News Room

[sea]

seageath 26th December 2007 13:48

Ga ada yang berani bahas ya
 
Hayo ditunggu opininya mengenai orang kuat yang satu ini.

Sukur-sukur ada yang bisa klarifikasi kalau pemberitaan soal TK & Keluarga adalah tidak benar.

Terima kasih

[sea]

seageath 26th December 2007 14:05

"Tanpa Rakyat Pemimpin tak Berarti Apa-apa", Jejak Langkah 60 Tahun Taufiq Kiemas
 
http://www.tokohindonesia.com/ensikl...fiq_kiemas.jpg

Nama: Taufiq Kiemas
Lahir: Jakarta, 31 Desember 1942
Agama: Islam
Isteri: Megawati Sukarnoputeri
Jabatan: Anggota DPR

Taufiq Kiemas
Pemimpin Tanpa Rakyat Tak Berarti Apa-apa

Itulah judul buku yang diluncurkan Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati Soekarnoputri, untuk merayakan ulang tahunnya ke-60. Memang terasa spesial, politisi paling kontroversial merayakan ulang tahunnya dengan meluncurkan dan sekaligus membedah buku yang ditulisnya sendiri.

Peluncuran dan bedah buku "Tanpa Rakyat Pemimpin tak Berarti Apa-apa", Jejak Langkah 60 Tahun Taufiq Kiemas ini dilangsungkan, Selasa (31/12) - tepat tanggal kelahiran Taufiq - di Agung Room, Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali. Acara itu dimoderatori pengamat politik yang juga dekat dengan Taufiq Kiemas, Rizal Mallarangeng. Sedang pembicaranya, Soetardjo Soerjogoeritno, Panda Nababan yang juga editor buku tersebut, dan Cornelis Lay, semuanya dari PDI Perjuangan. Dan dihadiri langsung Presiden Megawati Soekarnoputri.

Buku yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan dan Panitia Penerbitan Buku 60 Tahun Taufiq Kiemas dengan editor Panda Nababan ini terdiri 4 bab 832 halaman. Berisi pokok-pokok pikiran Taufiq Kiemas dan pandangan cendekiawan, kerabat, dan sahabat, bahkan lawan politiknya.

Panda Nababan dalam pengantarnya menyatakan, Taufiq Kiemas, orang Palembang yang lahir di Jakarta, 31 Desember 1942, selama ini dikenal sebagai tokoh di belakang layar (the man behind the scene). Benang merah pemikiran Taufiq Kiemas berujung pada asas kerakyatan.

Perhatian besar Taufiq Kiemas terhadap kehidupan rakyat kecil dituangkan pada halaman 16-17. "Tanpa dukungan rakyat, aku tidak akan jadi seperti sekarang ini," kata Taufiq. Pada halaman lain disebutkan contoh perjuangan Taufiq terhadap kehidupan rakyat kecil, yaitu, bersama beberapa kawannya, Taufiq Kiemas memelopori pembentukan koperasi tukang becak.

"Mula-mula kami menangani langsung manajemen koperasi dan bengkel becak itu. Tapi, setelah jalan, kami serahkan kepada para tukang becak sendiri,” kenang Sjafei Ali Gumay, salah seorang kawan dekat Taufiq Kiemas semasa aktif di GMNI Palembang.

Sekarang ini, peran dan pengaruh Taufiq dinilai sangat signifikan dalam menentukan arah dan peta perpolitikan di Indonesia. Pengaruh Taufiq Kiemas itu tidaklah semata-mata karena statusnya sebagai suami Presiden Megawati Soekarnoputri, tapi juga karena posisinya yang cukup sentral sebagai sesepuh PDI Perjuangan, partai yang kini berkuasa (the ruling party).

Selain itu, kemampuan Taufiq Kiemas dalam memainkan perannya sebagai aktor politik, lewat berbagai manuvernya juga diakui mampu mewarnai kanvas perpolitikan negeri ini.

Pada Bab IV berisi artikel-artikel yang ditulis empat intelektual muda -dua orang wartawan dan dua orang ilmuwan politik-, yang menganalisis sosok Taufiq Kiemas dalam peta perpolitikan nasional.

Selain mengisahkan penangkapan atas diri Taufiq Kiemas dan puluhan aktivis GMNI Palembang pasca-tragedi 1965, buku ini juga menampilkan kisah asmara Taufiq Kiemas dengan Megawati. Betapa Taufiq selama mendampingi Megawati dalam perjalanan panjang kehidupannya membangun telah turut karakter Mega sebagai politisi. Juga disinggung naiknya Megawati ke puncak kekuasaan, menyusul lengsernya KH Abdurrachman Wahid sebagai Presiden RI pada pertengahan 2001.

Yang menarik dari buku ini, tidak saja menampilkan pendapat para kerabat dan sahabat Taufiq Kiemas serta analisis para intelektual yang kenal dekat dengan Taufiq, melainkan juga menampilkan pandangan Soerjadi. Menurut Soerjadi, otak Mas Taufiq ggak pernah tidur. Taufiq Kiemas, tambahnya, juga baik. "Saya punya jam tangan dari dia," kata Soerjadi.

Setelah sama-sama di GMNI (1966-2969), keduanya kemudian sama-sama berada di gerbong PDI, dengan Soerjadi sebagai ketua umum. Tapi, dalam perkembangannya, menjelang kongres PDI di Medan yang pertama, pertemanan yang telah terbangun puluhan tahun itu menjadi kurang serasi. Sejarah akhirnya mencatat PDI terbelah dua. Yang satu dipimpin Soerjadi, yang dikenal sebagai partai onderbouw pemerintah; satunya lagi dipimpin Megawati dan Taufiq Kiemas berada di belakangnya.

Setelah menjadi Ketum PDI, Soerjadi punya kesempatan membukakan pintu kepada seseorang untuk masuk. Pada wkatu itu, Soerjadi mengaku punya keinginan kuat untuk memunculkan salah seorang anak Bung Karno. "Keinginan saya waktu itu, demi Allah, motifnya bukan untuk membesarkan PDI, tapi sebagai rasa terima kasih saya kepada Bung Karno yang telah memerdekakan bangsa ini. Saya berpikir, kalau bangsa ini ggak merdeka, nggak mungkin saya bisa seperti sekarang. Saya pastilah akan tetap menjadi petani miskin di kampung saya. Paling banter, saya hanya bisa makan, itu pun kurang," kata Soerjadi.

"Saya hanya mau mengatakan, saya telah diperintahkan kepada seluruh pendukung saya untuk mendukung Mbak Mega sebagai ketua umum. Namun, setiap saya menelepon, teleponnya dikasihkan ke Mas Tjipto (Soetjipto, sekarang Sekjen DPP PDIP). Saya pribadi sebenarnya telah berusaha berkomunikasi. Jadi, saya tidak ada masalah apa-apa dengan Mas Taufiq," demikian Soerjadi.

Buku ini layak dibaca para politisi dan para pemimpin negeri ini, serta para ilmuwan dan juga masyarakat. Dalam buku ini Taufiq seperti mengingatkan bahwa masalah-masalah kenegaraan selalu terkait dengan aspek kerakyatan.

"Pemimpin itu harus selalu mendampingi rakyat, memberi semangat kepada rakyat. Jangan malah menjual rakyat. Tanpa rakyat, pemimpin tidak berarti apa-apa. Ibarat ikan enggak dapat air, lama-lama mati sendiri. Pemimpin jangan Cuma bisa ngajarin rakyat, tapi justru belajar dari rakyat," kata Taufiq. (Surya)

Jogja Rumah Sendiri
Suami Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, merasa seperti berada di rumah sendiri jika berada di Yogyakarta. Ia merasa senang mendapat sambutan yang ramah. Taufiq yang berasal dari Palembang ini ternyata memiliki kenangan tersendiri di Yogyakarta.

Menurut dia, 46 tahun yang lalu, ayah dan ibunya dari Palembang pindah ke Yogyakarta. Tanpa pernah tahu bagaimana Yogyakarta, dan tidak pernah mengetahui bahasa Jawa, kedua orang tuanya masuk ke Yogyakarta karena merasa sebagai orang republiken harus ikut andil berjuang. "Pada masa awal republik, Yogyakarta sudah menjadi kota yang modern yang bisa menerima orang lain, kota yang majemuk dan kotanya kaum republiken," ujarnya kepada Media.

Menurut Taufiq, ketika itu usianya baru sekitar 4-5 tahun. Saat itu ayahnya sempat hilang di kawasan Gunung Merapi selama hampir enam bulan. Selama waktu enam bulan itulah, katanya, ia bersama ibunya dihidupi oleh orang desa di kawasan Merapi.

Namun, Taufiq tidak menjelaskan di kawasan mana kehidupannya saat ayahnya hilang dan di desa mana yang menjadi tempat tinggalnya itu. Tidak hanya dirinya yang merasa senang berada di Yogya. Menurut dia, Megawati juga merasa sebagai orang Yogya. Karena pada masa kecilnya pernah tinggal di Yogyakarta saat kota ini menjadi ibu kota republik.

Karena itu, lanjutnya, ia juga merasa akrab dengan Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X ini. Bahkan, Taufiq selalu memanggil Gubernur DIY ini dengan sebutan Mas Sultan. "Karena sejak awal saya panggilnya memang Mas Sultan." (Kompas)

sammydunky 26th December 2007 18:15

Quote:

Originally Posted by seageath (Post 532234)
http://www.tokohindonesia.com/ensikl...fiq_kiemas.jpg

Nama: Taufiq Kiemas
Lahir: Jakarta, 31 Desember 1942
Agama: Islam
Isteri: Megawati Sukarnoputeri
Jabatan: Anggota DPR

Taufiq Kiemas
Pemimpin Tanpa Rakyat Tak Berarti Apa-apa

Itulah judul buku yang diluncurkan Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati Soekarnoputri, untuk merayakan ulang tahunnya ke-60. Memang terasa spesial, politisi paling kontroversial merayakan ulang tahunnya dengan meluncurkan dan sekaligus membedah buku yang ditulisnya sendiri.

Peluncuran dan bedah buku "Tanpa Rakyat Pemimpin tak Berarti Apa-apa", Jejak Langkah 60 Tahun Taufiq Kiemas ini dilangsungkan, Selasa (31/12) - tepat tanggal kelahiran Taufiq - di Agung Room, Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali. Acara itu dimoderatori pengamat politik yang juga dekat dengan Taufiq Kiemas, Rizal Mallarangeng. Sedang pembicaranya, Soetardjo Soerjogoeritno, Panda Nababan yang juga editor buku tersebut, dan Cornelis Lay, semuanya dari PDI Perjuangan. Dan dihadiri langsung Presiden Megawati Soekarnoputri.

Buku yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan dan Panitia Penerbitan Buku 60 Tahun Taufiq Kiemas dengan editor Panda Nababan ini terdiri 4 bab 832 halaman. Berisi pokok-pokok pikiran Taufiq Kiemas dan pandangan cendekiawan, kerabat, dan sahabat, bahkan lawan politiknya.

Panda Nababan dalam pengantarnya menyatakan, Taufiq Kiemas, orang Palembang yang lahir di Jakarta, 31 Desember 1942, selama ini dikenal sebagai tokoh di belakang layar (the man behind the scene). Benang merah pemikiran Taufiq Kiemas berujung pada asas kerakyatan.

Perhatian besar Taufiq Kiemas terhadap kehidupan rakyat kecil dituangkan pada halaman 16-17. "Tanpa dukungan rakyat, aku tidak akan jadi seperti sekarang ini," kata Taufiq. Pada halaman lain disebutkan contoh perjuangan Taufiq terhadap kehidupan rakyat kecil, yaitu, bersama beberapa kawannya, Taufiq Kiemas memelopori pembentukan koperasi tukang becak.

"Mula-mula kami menangani langsung manajemen koperasi dan bengkel becak itu. Tapi, setelah jalan, kami serahkan kepada para tukang becak sendiri,” kenang Sjafei Ali Gumay, salah seorang kawan dekat Taufiq Kiemas semasa aktif di GMNI Palembang.

Sekarang ini, peran dan pengaruh Taufiq dinilai sangat signifikan dalam menentukan arah dan peta perpolitikan di Indonesia. Pengaruh Taufiq Kiemas itu tidaklah semata-mata karena statusnya sebagai suami Presiden Megawati Soekarnoputri, tapi juga karena posisinya yang cukup sentral sebagai sesepuh PDI Perjuangan, partai yang kini berkuasa (the ruling party).

Selain itu, kemampuan Taufiq Kiemas dalam memainkan perannya sebagai aktor politik, lewat berbagai manuvernya juga diakui mampu mewarnai kanvas perpolitikan negeri ini.

Pada Bab IV berisi artikel-artikel yang ditulis empat intelektual muda -dua orang wartawan dan dua orang ilmuwan politik-, yang menganalisis sosok Taufiq Kiemas dalam peta perpolitikan nasional.

Selain mengisahkan penangkapan atas diri Taufiq Kiemas dan puluhan aktivis GMNI Palembang pasca-tragedi 1965, buku ini juga menampilkan kisah asmara Taufiq Kiemas dengan Megawati. Betapa Taufiq selama mendampingi Megawati dalam perjalanan panjang kehidupannya membangun telah turut karakter Mega sebagai politisi. Juga disinggung naiknya Megawati ke puncak kekuasaan, menyusul lengsernya KH Abdurrachman Wahid sebagai Presiden RI pada pertengahan 2001.

Yang menarik dari buku ini, tidak saja menampilkan pendapat para kerabat dan sahabat Taufiq Kiemas serta analisis para intelektual yang kenal dekat dengan Taufiq, melainkan juga menampilkan pandangan Soerjadi. Menurut Soerjadi, otak Mas Taufiq ggak pernah tidur. Taufiq Kiemas, tambahnya, juga baik. "Saya punya jam tangan dari dia," kata Soerjadi.

Setelah sama-sama di GMNI (1966-2969), keduanya kemudian sama-sama berada di gerbong PDI, dengan Soerjadi sebagai ketua umum. Tapi, dalam perkembangannya, menjelang kongres PDI di Medan yang pertama, pertemanan yang telah terbangun puluhan tahun itu menjadi kurang serasi. Sejarah akhirnya mencatat PDI terbelah dua. Yang satu dipimpin Soerjadi, yang dikenal sebagai partai onderbouw pemerintah; satunya lagi dipimpin Megawati dan Taufiq Kiemas berada di belakangnya.

Setelah menjadi Ketum PDI, Soerjadi punya kesempatan membukakan pintu kepada seseorang untuk masuk. Pada wkatu itu, Soerjadi mengaku punya keinginan kuat untuk memunculkan salah seorang anak Bung Karno. "Keinginan saya waktu itu, demi Allah, motifnya bukan untuk membesarkan PDI, tapi sebagai rasa terima kasih saya kepada Bung Karno yang telah memerdekakan bangsa ini. Saya berpikir, kalau bangsa ini ggak merdeka, nggak mungkin saya bisa seperti sekarang. Saya pastilah akan tetap menjadi petani miskin di kampung saya. Paling banter, saya hanya bisa makan, itu pun kurang," kata Soerjadi.

"Saya hanya mau mengatakan, saya telah diperintahkan kepada seluruh pendukung saya untuk mendukung Mbak Mega sebagai ketua umum. Namun, setiap saya menelepon, teleponnya dikasihkan ke Mas Tjipto (Soetjipto, sekarang Sekjen DPP PDIP). Saya pribadi sebenarnya telah berusaha berkomunikasi. Jadi, saya tidak ada masalah apa-apa dengan Mas Taufiq," demikian Soerjadi.

Buku ini layak dibaca para politisi dan para pemimpin negeri ini, serta para ilmuwan dan juga masyarakat. Dalam buku ini Taufiq seperti mengingatkan bahwa masalah-masalah kenegaraan selalu terkait dengan aspek kerakyatan.

"Pemimpin itu harus selalu mendampingi rakyat, memberi semangat kepada rakyat. Jangan malah menjual rakyat. Tanpa rakyat, pemimpin tidak berarti apa-apa. Ibarat ikan enggak dapat air, lama-lama mati sendiri. Pemimpin jangan Cuma bisa ngajarin rakyat, tapi justru belajar dari rakyat," kata Taufiq. (Surya)

Jogja Rumah Sendiri
Suami Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, merasa seperti berada di rumah sendiri jika berada di Yogyakarta. Ia merasa senang mendapat sambutan yang ramah. Taufiq yang berasal dari Palembang ini ternyata memiliki kenangan tersendiri di Yogyakarta.

Menurut dia, 46 tahun yang lalu, ayah dan ibunya dari Palembang pindah ke Yogyakarta. Tanpa pernah tahu bagaimana Yogyakarta, dan tidak pernah mengetahui bahasa Jawa, kedua orang tuanya masuk ke Yogyakarta karena merasa sebagai orang republiken harus ikut andil berjuang. "Pada masa awal republik, Yogyakarta sudah menjadi kota yang modern yang bisa menerima orang lain, kota yang majemuk dan kotanya kaum republiken," ujarnya kepada Media.

Menurut Taufiq, ketika itu usianya baru sekitar 4-5 tahun. Saat itu ayahnya sempat hilang di kawasan Gunung Merapi selama hampir enam bulan. Selama waktu enam bulan itulah, katanya, ia bersama ibunya dihidupi oleh orang desa di kawasan Merapi.

Namun, Taufiq tidak menjelaskan di kawasan mana kehidupannya saat ayahnya hilang dan di desa mana yang menjadi tempat tinggalnya itu. Tidak hanya dirinya yang merasa senang berada di Yogya. Menurut dia, Megawati juga merasa sebagai orang Yogya. Karena pada masa kecilnya pernah tinggal di Yogyakarta saat kota ini menjadi ibu kota republik.

Karena itu, lanjutnya, ia juga merasa akrab dengan Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X ini. Bahkan, Taufiq selalu memanggil Gubernur DIY ini dengan sebutan Mas Sultan. "Karena sejak awal saya panggilnya memang Mas Sultan." (Kompas)


Yang merasa kenal TKnya bukan HBnya....sama kayak saya merasa kenal sama Mega tapi Meganya kAGAK!!!!

utara191 26th December 2007 18:32

Taufik Keimas emang salah satu tokoh besar di negeri ini..

tapi sayangnya, dia dikagumi hanya di kalangan PDIP, tapi tidak untuk dikalangan lain...

enggak dimaki orang udah bagus banget tuh.. :lol:

Aghbas 26th December 2007 18:32

Ya Ampun !orang Nggak Bermutu Masih Pada Di Tampilin ! Nyebut-nyebut !


All times are GMT +8. The time now is 00:54.


Powered by vBulletin
Copyright © 2000 - 2006, Jelsoft Enterprises Ltd.